Bismillah…
Katanya, cemburu itu tanda cinta. Ketika seseorang mencintai seseorang yang lain karena fitrahnya, kerapkali diselingi rasa cemburu yang satu kepada yang lainnya. Sebabnya banyak. Intinya, takut kehilangan, begitu katanya. Cemburu tidak akan muncul bilamana tidak ada suatu hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Laki-laki itu terdiam saja sudah beberapa hari belakangan. Melihat itu, sang perempuannya tidak bertanya apa-apa, dia sudah mengerti. Perasaannya bisa menangkap gelagat suaminya itu. Dia sedang cemburu. Sang isteri merasa sangat sedih, hatinya seakan-akan turut merasakan hal yang sama terhadap suaminya, ya, karena ikatan di antara mereka berdua.
“Ayah…” Perempuan itu tersenyum lembut sambil berbisik memanggil laki-laki yang sedang termenung itu.
Di sisinya, laki-laki itu diam saja, dia menatap Isterinya dalam-dalam. Dari matanya, bisikan lembut Isterinya itu tak mengena, hanya tatapan bola matanya memancarkan rasa kecewa, ada amarah, sedih, dan kosong…
“Hatinya sedang tidak enak, ya, Ayah?” Kali ini pertanyaan langsung dikeluarkan perempuan itu tepat di depan matanya. Tetap dengan senyuman di bibirnya.
Ketika itu, membludaklah semua isi hati dengan satu kata ampuh: cemburu.
Sang Isteri seharusnya merasa senang karena dicemburui Suaminya, tapi dia malah menangis sesegukan. Tak dinyana, dicemburui telah membuatnya merasa bersalah amat telak. Dia meminta maaf dengan amat sangat, dalam hati tidak mau membuat Suaminya sakit hati, apa pun sebabnya itu. Cemburu telah menyentil hatinya untuk memperbaiki sikapnya sendiri. Baginya itu teguran Suaminya karena dia telah alpa dalam bersikap dengan kurang mengindahkan perasaan hatinya yang berada di tempat lain.
Keesokan paginya, ketika sedang berjalan menuju kantor, tanpa disadarinya, laki-laki itu terjatuh dengan posisi kedua lututnya tertekuk seakan merunduk: Ya, Allah! Laki-laki itu spontan segera beristighfar. Di tengah jalan, di tengah orang banyak, tanpa sebab, dia terjatuh seperti dijatuhkan, dengan posisi seperti itu. Dia segera menangis. Teringat segera olehnya, akan Tuhannya. Hatinya tersentil. Hatinya bergeletar karena serasa sedang ditegur. Kenyataannya, dia sudah lupa kalau dia juga memiliki ikatan yang lain, ikatan yang Maha.
Dia lupa, Tuhannya itu maha pencemburu. Itu juga karena rasa cinta dan takut kehilangan. Kali ini, tidak tanggung-tanggung segala sesuatunya bisa menjadi transaksi tanpa penawaran jika sudah berhubungan dengan rasa cemburu sang Mahakuasa. Cemburunya terhadap Isterinya menjadi tak beralasan lagi kalau sudah begitu.
Laki-laki itu memutuskan untuk segera pulang, di kepalanya terbayang sang perempuannya. Yang akan diciumnya tepat di kening. Kali ini, dia yang akan meminta maaf karena dia lupa, siapa pun bisa alpa, khususnya alpa dalam hal rasa posesif terhadap sesuatu di atas muka bumi ini.
Mendengar cerita itu, saya menjadi mengerti kalau cemburu itu bisa menjadi pemanis hubungan dan bisa membantu seseorang untuk menyadari kembali sejarah ke belakang perjalanan hidupnya dengan siapa saja dia terikat. Dan, saat ini, saya pun sedang sangat bersyukur karena sedang menerima perasaan itu yang telah membuka mata hati saya untuk terus memperbaiki diri…
Syukron kabir.
0 komentar:
Posting Komentar